Apakah sebaiknya kita memiliki utang? Ataukah lebih baik tidak memiliki hutang sama sekali? Ini perdebatan yang menarik untuk kita kupas dalam artikel ini. Ada kubu yang menganggap tidak semua utang diperlakukan sama, ada utang baik dan ada utang buruk. Utang baik adalah hutang yang dipergunakan untuk aktivitas yang produktif untuk menciptakan pertumbuhan, misalnya utang untuk perluasan pabrik, peremajaan mesin-mesin, ataupun menambah cabang. Utang buruk adalah hutang yang dipergunakan untuk aktivitas yang konsumtif untuk kepuasan, misalnya kredit motor, kredit mobil, kredit rumah, kredit ponsel, dan lain-lain. Biasanya orang-orang menyanggah "tapi kan dengan adanya motor/mobil/rumah, produktivitas kita bisa meningkat?" Benar, tetapi tidak ada jaminan dengan mempunyai benda-benda tersebut gaji anda serta merta naik, atau langsung naik jabatan. Hutang seperti ini sudah tentu tidak bermanfaat, jadi diskip saja.
Ketidakpastian Membuat Utang Baik Menjadi Buruk
Utang untuk pertumbuhan (growth) seringkali dianggap sebagai utang yang baik, terutama ketika semua proyeksi keuangan sudah disusun sedemikian rupa. Apalagi hasilnya nanti tingkat pengembalian (IRR) lebih besar biaya utang (cost of debt). Sudah pasti untung? Belum tentu! Proyeksi keuangan hanyalah perhitungan matematis yang berisi asumsi-asumsi yang kita bangun menurut "insting" kita. Bisa jadi asumsi kita salah karena berbagai hal: karena terlalu optimis, resesi, pandemi, bencana, atau krisis dan shock yang lain. Ada berbagai unsur ketidakpastian yang membuat hutang yang diambil untuk perluasan usaha malah akan membangkrutkan si pengusaha ketika proyeksinya meleset.
Akan tetapi, pertumbuhan secara organik dengan tabungan atau laba ditahan juga belum tentu jalan terbaik. Perusahaan anda bisa kehilangan momentum untuk ekspansi apabila menunggu laba ditahan terkumpul terlebih dahulu. Jangan lupa persaingan bisnis yang ketat mungkin tidak mengizinkan anda untuk menunggu terlalu lama. Ketika perusahaan anda belum scaling perusahaan sebelah bisa saja scaling terlebih dahulu menggunakan hutang.
Akan Ada Permasalahan Baru Ketika Scaling
Proyeksi keuangan tidak mampu meramalkan atau tidak melibatkan unsur permasalahan-permasalahan manajerial yang akan muncul ketika anda melakukan perluasan usaha. Masalah ketika toko anda hanya ada satu tentu berbeda ketika anda memiliki dua, tiga, atau sepuluh cabang. Permasalahan yang baru muncul ini akan terasa lebih berat apabila anda juga harus dibebani cicilan utang. Idealnya, permasalahan manajerial/operasional dapat diselesaikan dengan lebih baik apabila anda scaling secara alami. Ibaratnya sekarang anda hanya memiliki satu toko karena anda baru mampu untuk mengelola satu toko saja.
Utang diibaratkan seperti jalur cepat akselerasi untuk mengembangkan bisnis. Ketika anda di jalur ini, anda harus bekerja lebih cepat, dan menyelesaikan masalah lebih cepat. Apabila kinerja tidak mampu mendatangkan penjualan/penghasilan yang sesuai dengan proyeksi, hutang akan memukul mundur anda secara telak.
Tekanan dan Burnout
Perluasan usaha menggunakan utang tentunya menambah tekanan dalam bisnis anda. Apalagi kalau beban cicilannya "memakan" porsi yang signifikan dari penghasilan perusahaan. Tanpa hutang, perusahaan mungkin masih bisa solvent ketika ada pandemi seperti sekarang, sedangkan ancaman bangkrut dari utang bisa membuat tekanan darah anda naik ketika masa sulit seperti sekarang. Anda kemudian bekerja lebih keras sampai diluar kemampuan anda. Akhirnya, burnout --situasi kelelahan fisik dan mental karena stress yang berkepanjangan-- yang didapat.
Memang utang merupakan sumber pendanaan yang sangat berguna untuk pengembangan usaha, namun pastikan segala sesuatunya sudah siap dan anda memiliki plan B atau plan C kalau-kalau terjadi shock. Sesuai dengan quote legendaris, "High Risk, High Return," anda harus sudah paham dengan segala risikonya.
Saya termasuk entrepreneur yang lebih menyukai bootstrap dan tumbuh secara natural daripada menggunakan hutang karena sekecil-kecilnya biaya utang (cost of debt) masih merupakan biaya yang harus saya tanggung, yang merupakan profit dari kreditur. Kalau ada yang bunganya real 0% mungkin saya akan mulai menggunakan hutang. Bebas utang juga membuat kinerja saya tidak terganggu. Namun, yang cocok buat saya belum tentu cocok buat anda. Pakailah cara yang sesuai dengan preferensi anda masing-masing 🙂
Kutip artikel ini:
Kontributor KuBisnis, 2021, https://www.kubisnis.com/utang-baik-vs-utang-buruk-vs-tanpa-hutang/ (diakses pada 21 Nov 2024).
Artikel ini bukan yang Anda butuhkan?
Anda bisa mengirimkan saran pada KuBisnis di akun fb/twitter/google kami di @KuBisnis.
Topik dengan voting komentar terbanyak akan mendapatkan prioritas dibuatkan artikel.