Pagi itu, Roy yang adalah seorang pemilik usaha cuci mobil tampak geram. Mukanya memerah seperti lobster yang baru saja direbus. Kopi dan rokok yang biasanya membuatnya ceria, tidak mampu mengurangi rasa kesalnya. Terang saja Roy kesal, dua orang karyawannya mengundurkan diri, dan ini sering kali terjadi di bisnis cuci mobilnya. Padahal dua orang karyawan tersebut mendapatkan upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan sejenis di kota tersebut. Tidak hanya itu, Roy yang juga terkenal dermawan, memberikan makan siang dan penginapan untuk karyawan yang tidak memiliki tempat tinggal. Ia juga jarang sekali menolak apabila ada karyawan yang meminta pinjaman uang. Akan tetapi mengapa karyawan-karyawannya tidak semangat bekerja dan banyak yang keluar padahal semua hal baik telah ia lakukan? Apakah orang-orang Indonesia memang pemalas dan tidak setia?
Apabila anda mengalami seperti apa yang terjadi Roy, maka selamat! Anda tidak sendiri! Banyak pengusaha yang mengeluhkan tingkah karyawan yang seperti tidak tahu terima kasih. Seolah-olah mereka hanya ingin gaji tinggi tanpa mau bekerja. Apakah benar demikian? Tulisan saya ini ingin membahas tentang masalah perilaku karyawan ini beserta sedikit solusinya.

Dua sisi kepribadian manusia
Manusia adalah makhluk yang memiliki dua sisi kepribadian, baik dan buruk, rajin dan malas, jujur dan curang, dan sebagainya dalam satu paket. Diilhami dari teori Douglas McGregor tentang Teori X dan Y:[1]
- Teori X: tidak suka bekerja, menghindari tanggung jawab, tidak memiliki ambisi, harus dikendalikan, dan diawasi.
- Teori Y: suka bekerja dengan inisiatif sendiri, mencari dan menerima tanggung jawab, self-motivated, tidak butuh pengawasan, melihat pekerjaan adalah suatu tantangan.
Berbeda dari pandangan arus utama mengenai teori ini, menurut saya manusia memiliki semua sifat di atas, baik itu X maupun Y, yang akan termanifestasi ke dalam perilaku di lapangan berdasarkan situasi dan kondisi tertentu. Orang yang tadinya penuh dengan rasa antusias untuk bekerja (Y) akan berubah menjadi malas (X) apabila lingkungan terus memberikan stimulus untuk perubahan tersebut, dan sebaliknya.
Lalu bagaimana agar karyawan dapat memberikan kinerja yang baik? Yaitu dengan sistem yang dapat mendorong sikap-X (push) dan juga menarik sikap-Y (pull) secara harmonis. Munculnya sikap-X dapat dicegah dengan kedisiplinan, pengawasan yang baik, sistem penilaian yang berbasis meritokrasi, dan sikap-Y dapat dipacu dengan kebebasan, kepercayaan, rasa memiliki, dsb.
Semua orang ingin berkembang
Tidak ada orang ingin tetap menjadi karyawan di suatu kedudukan tertentu. Ia pasti ingin mengembangkan dirinya untuk bisa naik pangkat, atau untuk memiliki usaha sendiri. Sayangnya tidak banyak sistem pekerjaan di Indonesia yang dapat mengakomodir hasrat manusiawi ini. Pemilik usaha kecil yang sudah berpengalaman pasti tahu bahwa karyawan yang sudah berusia di atas usia (misalnya) 28 tahun akan cenderung tidak loyal dibandingkan dengan fresh graduate SMA. Sulit bagi UMKM untuk dapat menawarkan jenjang karir kepada para karyawannya. Akibatnya, ketidakpuasan ini akan termanifestasi pada berbagai perilaku tidak profesional, salah satunya adalah malas bekerja.
Karena ketidakmampuan lapangan kerja dalam menawarkan jenjang karir tersebut, umumnya karyawan hanya akan dikontrak selama beberapa tahun, kemudian para pemilik usaha akan merekrut karyawan baru yang lebih muda, murah, dan masih belum berpikir untuk berkembang. Hal ini sebetulnya menimbulkan masalah bagi orang-orang seperti Roy pada contoh di atas yang menginginkan turnover karyawan yang kecil. Roy sebaiknya sadar kalau insentif materiil saja tidak cukup untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang ideal. Dibutuhkan suatu sistem yang dapat menciptakan kesuksesan karyawan, namun masih memberikan keuntungan pada perusahaan. Hmm... seperti apa ya sistem tersebut?
Pekerjakan lebih banyak wanita
Konon wanita lebih kompeten daripada pria, namun lebih tidak ambisius.[2] Artinya, karyawan wanita akan lebih cenderung untuk setia di pekerjaannya apabila ia sudah nyaman dengan lingkungan kerjanya. Oleh karena itu, mungkin untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu yang tidak membutuhkan keunggulan fisik laki-laki, akan lebih bijak rasanya apabila anda mempekerjakan wanita. Meskipun demikian, ingat bahwa wanita juga memiliki banyak keterbatasan ketika harus cuti hamil dan melahirkan. Ambisi bukanlah hal yang buruk sebenarnya apabila anda membutuhkan seorang pemimpin dalam bisnis anda yang sudah maju, akan tetapi karyawan yang memiliki ambisi yang tinggi tentu saja lebih cenderung memiliki sifat oportunis ketika datang tawaran yang lebih baik.
Akhir kata jawaban dari pertanyaan "benarkah karyawan pada dasarnya malas dan tidak setia?" adalah tidak benar, karena perilaku malas dan tidak loyal tersebut adalah manifestasi dari kombinasi berbagai hal yang tidak tepat yang ada di lingkungan kerjanya. Sayangnya, setelah semua hal kita upayakan, belum tentu juga karyawan kita akan setia. Masing-masing manusia memiliki visi dan preferensi terhadap budaya dan nilai-nilai yang dianutnya. Coba kita lihat dari perilaku pemain bola terkenal, ada yang loyal dan memberikan segalanya bagi klub, ada yang hengkang ketika mendapatkan tawaran dari klub yang lebih baik. Pemain legendaris suatu klub seperti Alan Shearer, Del Piero, Ryan Giggs, Buffon, dll., merupakan pemain yang sangat mencintai klubnya, suatu rasa yang timbul ketika semua elemen "pas" dan "cocok" terhadap selera pemain tersebut.
Referensi:
[1] https://www.mindtools.com/pages/article/newLDR_74.htm
[2] https://nypost.com/2019/07/18/women-are-more-competent-than-men-but-less-ambitious-study/
Kutip artikel ini:
Kontributor KuBisnis, 2019, https://www.kubisnis.com/benarkah-karyawan-pada-dasarnya-malas-dan-tidak-setia/ (diakses pada 02 Apr 2025).
Artikel ini bukan yang Anda butuhkan?
Anda bisa mengirimkan saran pada KuBisnis di akun fb/twitter/google kami di @KuBisnis.
Topik dengan voting komentar terbanyak akan mendapatkan prioritas dibuatkan artikel.